Thursday, February 11, 2016

Mengampuni Diri Sendiri

Saya adalah seseorang yang sangat sulit untuk mengampuni diri sendiri. Jika saya melakukan dosa yang saya anggap sebagai dosa besar, maka saya akan terpuruk dalam waktu yang lama. Lalu saya mulai menganggap diri saya tidak layak mendapatkan kebaikan Tuhan. Pada akhirnya kehidupan rohani saya menjadi hambar.
 
Itulah yang saya alami di awal masa kehamilan.
 
Setelah mengetahui bahwa saya positif hamil, pikiran buruk banyak menerpa saya. Mulai dari "apakah kehamilan saya sehat", "saya toksoplasma ga ya", "ini kehamilan sungguhan atau hanya blighted ovum ya". Pokoknya semua hal buruk selalu menghantui saya.
 
Alhasil, setiap periksa ke dokter kandungan tekanan darah saya akan naik drastis. Padahal sehari-hari tekanan darah saya termasuk normal dan cenderung rendah. Saya berkali-kali merepotkan suster di klinik karena mereka harus memeriksa tekanan darah saya lebih dari 1 kali agar lebih akurat. Bahkan dokter memberikan saya obat yang mencegah preeclampsia.

Sampai pada satu titik saya merasa lelah. Saya merasa tidak damai sejahtera. Akhirnya saya berperkara dengan Tuhan. Apa yang saya lakukan? Pertama, saya memohon ampun karena selalu menganggap diri tidak layak dapat berkat. Padahal apa yang Tuhan lakukan bukanlah seperti itu. Saya ingat obrolan dengan kakak saya. Saat itu saya curhat tentang apa yang saya alami dan dia bertanya "Yang minta supaya kamu hamil siapa? Kamu kan? Lalu kenapa kamu meragukan Tuhanmu?". Saat itu saya tersadar bahwa saya selalu menganggap Tuhan akan memberikan yang terbaik ketika kita melakukan perbuatan baik. Padahal itu pemikiran yang salah.

Ayat yang meneguhkan saya ada di Matius 7:9-11
(9) Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti,
(10) atau memberi ular, jika ia meminta ikan?
(11) Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.

Kedua, yang saya lakukan adalah memaafkan diri saya sendiri dan memohon ampun kepada Tuhan. Jujur saja, ini tidak mudah. Setiap kali jatuh ke dalam dosa, saya selalu berpikir bahwa saya adalah anak kecil yang jatuh dan menangis, lalu Tuhan datang sebagai ayah saya dan berkata "Ayo nak, tidak apa-apa kamu jatuh, ayo bangun lagi. Jalan lagi tapi lebih berhati-hati". Nah sekarang tinggal menunggu respon saya. Ketika saya tidak memaafkan diri saya, maka saya seperti berkata "Tidak mau Tuhan, saya tidak pantas bangun lagi. Lebih baik saya mati".

Saya lalu mencoba memposisikan diri saya sebagai seorang ibu/ayah yang memiliki anak kecil. Ketika ia berlari dan jatuh lalu ketika saya memintanya bangun dan responnya seperti itu, maka hati saya akan sangat sedih. Saya menyayangi anak saya dan tidak mau ia terus menangisi dirinya yang jatuh. Saya mau ia bangkit, berhenti menangis dan berjalan lagi.

Akhirnya saya tersadar, bahwa sikap tidak memaafkan diri sendiri akan membuat saya semakin jauh dari Tuhan. Ada 1 ayat yang selalu menguatkan saya ketika jatuh ke dalam dosa.
Ayat ini ada di 1 Yoh. 1:9 Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.

Tuhan mencintai saya, namun tidak dengan dosa saya. Yang Tuhan mau ketika kita jatuh ke dalam dosa adalah bertobat sungguh-sungguh, berhenti menyalahkan diri sendiri dan kembali bangkit. Memang tidak ada yang bisa menjamin kita tidak berbuat dosa lagi, tapi paling tidak kita berusaha bangkit dan berubah. Seperti perumpamaan saya tentang anak kecil di atas..

Sampai tulisan ini dibuat saya belum periksa kandungan lagi si. Kadang masih ada kekhawatiran terhadap keadaan janin saya. Tapi saya mencoba untuk lebiih santai. Kalaupun Tuhan mau mengambilnya, ya saya harus menyerahkannya. Itu berarti saya belum bisa bertanggung jawab terhadap apa yang Tuhan percayakan. Kalaupun Tuhan memberikan bayi yang tidak sempurna, saya harus yakin dan percaya bahwa hal itu diijinkan untuk kemuliaan nama-Nya.

Berat memang, tapi dengan berpikir seperti itu, saya tidak terlalu khawatir dengan keadaan bayi saya. Saya menyayanginya apa adanya bahkan sebelum ia dilahirkan.

Readers, sudahkah Anda memaafkan diri sendiri? Dalam 1 dialog di drama Proof, ada kata-kata menarik yang dilontarkan seorang Pastor. Ia berkata "Untuk apa Anda meminta maaf kepada Tuhan jika Anda tidak bisa memaafkan diri Anda sendiri?".
 

No comments:

Post a Comment