Thursday, January 28, 2016

Another Sad-Happy Story (3)

Setelah berduka, kini saatnya mempersiapkan pernikahan dengan lebih matang. Waktu yang tersisa tidak banyak. Apalagi masalah administrasi dan gereja begitu memusingkan. Ya, kami memutuskan menikah secara Katolik di gereja St. Monika Serpong. Saat ini lokasi kami ada di Timika Papua. Jadi kami harus ikut kursus dan kanonik di Timika.
 
Puji Tuhan setelah proses yang cukup ribet akhirnya dokumen pendukung pernikahan sudah siap semua. Semua vendor pendukung resepsi pun juga sudah siap.
 
Akhirnya tanggal 22 Agustus 2015 kami resmi menikah :)
 
Pemberkatan - St. Monika Serpong
Resepsi - Grand Serpong Kitchen



 

Dimulailah kehidupan kami sebagai suami istri. Berhubung lokasi kerja kami ada di Timika, Papua, kami harus segera terbang kembali ke Papua. Hari-hari kami lewati sebagai suami istri. Ya, hari-hari sedih dan berduka berubah menjadi hari-hari bersukacita. Bukan berarti perjalanan rumah tangga kami mulus dan lancar atau selalu penuuh tawa. Kami berasal dari 2 budaya yang berbeda. Saya dibesarkan dalam budaya orang Jawa, dan suami dibesarkan dengan budaya Papua,
 
Tipikal kami berdua sangat berbeda. Suara saya lembut tapi menyakitkan jika sudah marah, sedangkan suami saya memang bersuara lebih keras (seperti orang marah) tapi kata-katanya tidak setajam saya. Tapi 1 hal selalu kami pegang, pertengkaran harus selesai malam itu juga.
 
Kami bukan pasangan yang sempurna, tapi hari lepas hari kami disempurnakan.
 

Another Sad-Happy Story (2)

Setelah menunggu selama seminggu, akhirnya hasil tes mama keluar. Dan ajaibnya, no cancer!! Pihak RS menyuruh kami untuk ke RS lain dan melakukan pengecekan, tapi inilah kami, orang-orang yang lebih memilih percaya penuh pada Tuhan, kami tidak memeriksakan mama. Kami sangat bersukacita, kini saatnya mendorong mama untuk segera pulih.
 
Tapi...
 
Kondisi mama memburuk, di bulan April dan Mei mama harus masuk ke RS lagi dan mereka menyatakan mama positive lung cancer stadium 4 - kanker paru-paru stadium 4. Mama sudah sangat kesakitan, tidak mampu bernapas. Dalam kesedihan dan keputusasaan kami saat itu, mama tetap bertahan. Mama mau dikemoterapi. Luar biasanya, mama berubah menjadi orang yang berpengharapan penuh dan percaya pada Yesus.
 
Apa daya, Tuhan lebih menyayangi mama. Tepat tanggal 7 Mei 2015, mama dipanggil pulang.
 
Ada beberapa pengalaman membahagiakan yang luar biasa selama pergumulan ini.
1. Di hari-hari akhir mama, mama mengampuni papa. Mama sambil terbaring lemah, dengan mesra memijat tangan papa dan meminta papa untuk makan dan beristirahat.
2. Mama seperti sudah mengetahui bahwa Tuhan akan memanggil mama pulang. Buktinya, mama selalu bertanya kepada papa apakah sudah jam 3 sore atau belum. Dan tepat, waktu kematian mama adalah jam 3 sore.
3. Adik dan kakak saya yang punya hubungan kurang baik dengan mama, pada akhirnya mengalami pemulihan hubungan.
 
Di satu sisi, saya sangat bersedih karena kepergian mama, apalagi mama tidak akan mendampingi saya ketika menikah. Tapi di sisi lain, saya bersyukur, karena mama tidak harus kesakitan lagi, dan mama sudah bahagia bersama Tuhan. Tapi, perjuangan saya keluar dari rasa duka tidaklah sebentar.
 
Saya mengalami proses yang cukup menyakitkan untuk keluar dari rasa duka. Hampir setiap hari air mata saya jatuh karena mengenang mama. Akhirnya saya memutuskan untuk berperkara dengan Tuhan. Ketika saya menyerahkan segala sesuatunya pada Tuhan, saya mulai bisa menerima kepergian mama.
 
--to be continued--

Another Sad-Happy Story (1)

Setelah sekian lama tidak menulis, akhirnya saya memutuskan kembali menuangkan perasaan saya lewat blog. Sesuai dengan judul tulisannya, ya, saya punya banyak cerita sedih dan senang di tahun 2015. Tahun 2015 menjadi tahun yang luar biasa untuk perjalanan spiritual saya.
 
Di awal tahun, saya begitu bahagia karena akhirnya mama merestui hubungan saya dan kekasih. Awalnya mama tidak merestui kami? Why? Karena kami berbeda ras. Saya ras ayam kate dan kekasih saya ayam cemani. Hahaha.. Saya tionghoa sedangkan kekasih saya saat itu peranakan Jawa-Maluku.
 
Mama saya masih melihat perbedaan itu sebagai sebuah masalah yang cukup besar. Kalo papa, ya yang penting iman kami sama. Tapi saya bersyukur akhirnya mama merestui kami dan bahkan menyiapkan acara pertunangan kami dengan luar biasa.
 
28 Februari 2015, akhirnya kami bertunangan. Perasaan saat itu sangat bahagia. Kami langsung excited untuk menyiapkan pernikahan yang akan dilaksanakan tanggal 22 Agustus 2015. Setelah acara pertunangan, saya dan mama langsung berburu kain untuk keluarga. Saat itu, mama memang sudah mulai sakit. Tahun 2014 mama sempat terkena chikunguya (katanya). Mama yang tadinya gemuk mendadak langsung merosot jauh badannya. Lalu mama sering sekali mengalami sakit di lambung. Mama tampak sangat kelelahan saat itu, bahkan setelah berburu kain mama tumbang.
 
Kami tidak menyadari bahwa sesuatu yang buruk sudah menanti.
 
24 Maret ternyata mama harus dirawat di rumah sakit karena kondisinya tidak kunjung membaik. Lambungnya sakit luar biasa. Ketika di rumah sakit, dokter menemukan sesuatu yang tidak beres setelah melakukan serangkaian tes. Mulai dari rontgen, CT-scan, bahkan sampai MRI. Yak, dokter menduga mama terkena kanker paru-paru. Paru-parunya yang satu tertutup sebuah daging yang besar sehingga hanya tersisa 1/4 bagian saja. Akhirnya diputuskanlah mama akan dibiopsi untuk meyakinkan bahwa itu kanker.
 
Perasaan kami saat itu, hancur hati. Kebetulan papa punya persekutuan rohani dan mereka setiap hari datang menjenguk mama untuk menguatkan dan mendoakan. Salah satu teman papa bahkan terus mendorong mama untuk bertobat.
 
Lho? Apa yang salah? Baiklah, mama belum memberikan pengampunan buat orang-orang yang menyakiti hatinya, terutama papa. Mama dan papa punya hubungan yang tidak sehat, Apapun yang dilakukan papa, mama selalu memandang dan merespon dengan negative. Perkataan mama selalu menyakiti papa, bahkan mama tidak pernah mendukung papa dalam pelayanan. Selain itu, mama memang mulai menjauh dari Tuhan, Jarang ke gereja dan sudah jarang membaca alkitab.
 
Akhirnya mama berjanji bahwa jika sembuh, mama akan ikut melayani dan mulai dekat dengan Tuhan.
 
Tibalah hari dimana mama harus biopsy. Saya merasa bahwa keluarga kami bertambah  mengalami perubahan lewat peristiwa ini. Kami terus berdoa bersama, bangun mezbah keluarga, dan saya melihat adik saya berubah. Jujur saja, adik saya kurang menghargai mama. Bahkan bisa dengan mudah marah hanya karena masalah kecil. Ya, dia berubah. Adik lelaki saya terus menjaga mama, menangis buat mama bahkan terus menelepon untuk bertanya kabar mama.
 
Biopsi dilalui dengan sukses. Mama sadar dan mama kami diijinkan pulang. Hasil biopsy keluar dalam waktu 1 minggu. Kami bersyukur karena mama bisa pulang ke rumah. Mama sudah tidak merasakan sakit di lambungnya.
 
Dimulailah penantian yang mendebarkan, doa kami, bukan kanker.


Papa & Mama - 2014
 
 
--to be continued--